Jumat, 15 Januari 2016

TALIPES EQUINOVARUS KONGENITAL (CLUBFOOT)


Clubfoot sering diistilahkan dengan Congenital Talipes Equinevarus (CTEV) merupakan suatu kondisi kelainan kongenital pada pergelangan kaki dengan manifestasi pergelangan kaki yang menjadi hiperekstensi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan struktur muskuloskeletal apabila tidak segera dilakukan koreksi.
Insidensi kejadian dari CTEV di USA adalah sekitar 1 kasus per 1000 kelahiran hidup, dengan rasio laki:perempuan 2:1. Insidensi CTEV secara bilateral ditemukan pada 30-50% kasus, dan terdapat kemungkinan 10% dari anak berikutnya jika orang tua telah memiliki anak CTEV.

Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui. Sebagian besar bayi yang memiliki CTEV tidak dapat diidentifikasi secara genetik, sindrom gejala, atau penyebab ekstrinsik.
Predisposisi yang memungkinkan secara ekstrinsik termasuk agen teratogenik (misalnya sodium aminopterin), dan oligohindramnion. Sedangkan predisposisi yang berhubungan dengan genetik termasuk mendelian inheritance (misalnya diastrophic dwarfism, dimana terjadi pola otosomal resesif pada CTEV).

Patofisiologi
Adanya faktor ekstrinsik dan genetika memberikan manifestasi terhadap kelainan pada jaringan kartilago pada kaki dengan manifestasi pada anomali insersi tendon. Kondisi ini memberikan dampak terhadap distorsi anatomis pada pergelangan kaki.


Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada clubfoot berat dapat dideteksi dengan mudah. Gambaran struktur anatomis yang terjadi pada muskuloskeletal, meliputi:
·         Tibia mengalami sedikit pemendekan.
·         Fibula memendek merupakan gambaran yang lazim terjadi.
·         Talus: mengalami rotasi eksternal, leher talus tertekuk secara medial plantar.
·         Kalkaneus: rotasi medial dan deformitas aduksi.
·         Kaki depan: mengalami aduksi dan supinasi.
·         Pada otot-otot kaki mengalai atrofi otot.
·         Tendon mengalami penebalan terutama dari posterior tibialis dan selubung peroneal.
·         Ligamen mengalami kontraktur ke dalam.
·         Fasia mengalami plantar kontraktur.


Klinis bayi yang mengalami CTEV.

Penatalaksanaan
Intervensi ini dilakukan dengan cara:
·         Koreksi Talipes Equinevarus dengan manipulasi dan dipertahankan dengan gips, atau dengan bidai Denis Browne.
·         Koreksi dengan pembedahan.





Teknik manipulasi pada Bayi dengan CTEV, dilakukan dengan melakukan langkah pertama hingga langkah kelima, bertahap selama kurang lebih 6 minggu. Pemasangan bidai browne setelah bentuk kaki terkoreksi. 







Rabu, 23 Desember 2015

CIDERA LUTUT (ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT) DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

 Pendahuluan
Cedera pada ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT  (ACL) sangat merugikan .  Pada umumnya terjadi pasien usia muda, dan seringnya misdiagnosis, diagnosis yang terlambat, cedera berulang, dan  teknik operasi yang  tidak  tepat  akan menyebabkan atlit olah raga muda dengan cedera lutut  yang berkembang menjadi prematur arthritis. Insidensi cedera ACL pada populasi penduduk secara umum di USA 1:3000. Dimana secara gender wanita lebih banyak 2-8x lebih banyak untuk cedera ACL  dibanding laki-laki. Dan lebih banyak pada populasi  atlit  olah raga sekitar 80.000 sampai 250.000 setiap tahunnya.1, 2  
Beruntungnya , prespektif  saat ini pada penatalaksanaan terapi cedera lutut- ACL telah berubah. Kemampuan kita dalam mendiagnosa cedera ACL telah mengalami perkembangan yang baik.  Dan hasil dari tindakan operatif  lebih mudah  diprediksikan, dengan sedikit morbiditas. Dengan perkiraan saat ini, lebih dari 100.000  ACL rekonstruksi dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat. Hasil tindakan operatif selama  jangka panjang obseravasi menunjukkan hasil baik, dalam hal stabilitas fungsional, hilangnya  gejala, dan kembalinya  tingkat aktivitas sebelum cedera, yang  dilaporkan antara 75 dan 90 persen.2, 3

Anatomy  dan Biomekanik


ACL merupakan suatu intrarticular, tetapi ekstraynovial, ligament ini  berfungsi sebagai penopang utama pada saat tibia melakukan translasi dan sebagai stabilisasi sekunder pada saat valgus dan varus stress saat ektensi full.  ACL tersusun dari struktur kolagen tipe 1 dan memiliki viskoelastisitas yang sama dengan ligament lainnya.  Vaskularisasi ACL terutama berasal dari arteri genucalatum tengah, cabang dari arteri poplitea, sedangkan sekunderi vaskularisasi berasal dari inferomedial dan inferolateral genuculatum arteri melalui anterior fat pad.  Walaupun masih kontroversial, ACL juga mempunyai struktur nerve ending dari saraf tibialis posterior yang bertanggung jawb penuh terhadap  proprioseptif.  Kekuatan tensile strength dari ACL sekitar 1725  + 269 N. demikian, merupakan standard minimal dari kekuatan tensile strength yang dibutuhkan untuk rekonstruksi graft ACL.1, 2


Secara anatomical, ACL tersusun oleh 2 bundel anatomi yang berbeda. bundel anteromedial dan bundel posterolateral, dimana bundel anteromedial lebih tegang di 60 derajat atau lebih posisi fleksi, sedangkan bundel posterolateral lebih laksity saat fleksi dan tegang saat ekstensi dan keduanya saat internal dan eksternal rotasi.  Pada full ekstensi, kedua bundel dalam posisi paralel dilihat dalam orientasi sagital. Sedangkan saat fleksi knee, bundel posterolateral yang berinsersi di femur bergerak anterior dan saat itu kedua bundel tersebut bersilangan.2
Dua bundel ACL dinamakan berdasarkan hubungan dengan insersi tibia.  Anteromedial dan posterolateral bundel berorigo dari posteromedial aspek dari lateral femoral condyle dan masuk dalam bentuk oval, melebar luas diantara dan sedikit anterior didalam intercondylar eminences tibia.  Panjang rata-rata anteromedial bundel sekitar 28-38 mm,  lebih panjang dibanding dengan bundel posterolateral yang panjangnya  rata-rata 17,8 mm dan keduanya berdiameter sama antara 7-17 mm dengan rata-rata 11 mm. jarak antara titik tengah dari tiap bundel 8-10 mm.  Dengan menggunakan sistem arah jarum jam, bundel anteromedial diarah posisi 10.30 dari bidang frontal, sedangkan pusat dari bundel posterolateral diarah posisi jam 9.30.2   
Secara penelitian biomekanik, kekuatan yang dihasilkan oleh ACL  saat beban dari anterior tibial  paling  besar di  30o knee fleksi dan mulai menurun saat fleksi bertambah.  Stress pada bundel anteromedial lebih besar saat fleksi sedangkan stress pada bundel posterolateral paling besar saat ekstensi.  Tetapi pada penelitian yang dilakukan Sakane dan rekan2, menggambarkan bahwa posteromedial bundel lebih banyak menggambarkan beban keseluruhan pada ACL saat fleksi dan ekstensi , sebaliknya bundel anteromedial , yang mengalami gaya relatif konstant sepanjang gerakan lutut. Ditambahkan, bundel posterolateral(PL) memiliki peranan paling penting dalam stabilitas rotasi dan translasi lutut.2, 3
Pentingnya anatomi dan biomekanik dalam rekonstruksi ACL dengan mengganti  graft subtitutes selain untuk  memperbaiki kembali fungsi kinematik rotasi dan translasi seperti sediakalanya saat normal,   dan  juga pentingnya akurasi dalam rekonstruksi penempatan graft.

Mekanisme Trauma dan Diagnosis Klinis
Diketahui bahwa cedera ligament kompleks  (anteromedial dan anterolateral instability ) yang terjadi karena   trauma berat valgus atau varus dengan disertai atau tidak internal rotasi atau  eksternal rotasi.   Berdasarkan insidensi yang terjadi mekanisme cedera ACL 70%   berhubungan dengan olahraga, terutama  pivoting sports  seperti olahraga basket, sepak bola juga olahraga ski. Muller melaporkan terdapat dua mekanisme yang menyebabkan isolated  ACL ruptur terutama trauma hiperekstensi dan mendarat setelah melompat dengan sendi lutut slight fleksi.  Muller melaporkan bahwa mekanisme trauma hiperekstensi membentang kuat ACL diatas roof dari anterior notch, dengan mekanisme trauma tersebut menyebabkan bundel PL rusak semakin bertambah bila bundel semakin tegang saat lutut ekstensi (fig7-2).  Sedangkan mekanisme trauma olahraga ski dimana terjadi valgus dan internal rotasi (dikenal “phantom foot mechanism”) ketika saat atlet mendarat setelah melompat, beban otot quadriceps eksentrik dapat adkwat merusak ACL. Beynnonn  dan rekan menggambarkan kontraksi quadriceps menambah ACL strain  saat 15 fleksi, sehingga saat atlit mendarat menyebabkan aktivasi quadriceps menghasilkan beban 6000 N dan menginduksi tambahan beban 2000N   terhadap ACL.2, 1


Dari anamnesa pasien biasanya mengingat sensasi ketika lutut ditekuk dan ambruk ketanah, seperti mendengar suara “pop” dan sensasi robekan yang terjadi hampir 80% dari cedera akut ACL. Dan menggambarkan adanya “two fist” sign yang tampak seperti karakteristik joint instabilitas.  Dan atlit pada umumnya tidak dapat melanjutkan dikarenakan nyeri.  Kemudian lutut seringnya bertambah keluhan dengan adanya hemarthrosis dalam 3 jam, tetapi pasien mengeluh secara gradual bengkak lebih dari 24 jam.  Cedera akut pada lutut , meniscus tear sering terjadi pada sisi lateral dibandingkan sisi medial.  Sedangkan pada gejala kronis, medial meniscus tear lebih sering terjadi.  Displaced Buckle handle tear lebih sering terjadi 4 kali disisi medial dibandingkan di lateral. Biasanya pasien mengeluh gejala klinis seperti terkunci, displaced buckle handle tear sering ditumpangkan pada kronis ACL deficient.1-3   

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis yang penting untuk menegakkan diagnosis suatu cedera ACL terdiri 3 pemeriksaan klinis yaitu Lachman test, Anterior Drawer testm and Pivot shift test.  Lachman test lebih sensitif dibandingkan pemeriksaan lainnya, sedangkan pivot shift test menggambarkan pathognomonic dari suatu ACL deficient knee. Sedangkan Anterior drawer test untuk sensitivitasnya kurang.2, 3
Lachman test dilakukan dengan knee flexi 15-20 derajat, paha distabilisasi dengan salah satu tangan pemeriksa  dan tangan lainnya memegang proximal kaki, dan adanya anterior translation pada tibia menggambarkan lachman test positif .  Lachman test terbagi 3 grade yaitu grade 1 (1-5 mm translation dibandingkan dengan lutut sebelahnya), grade 2 ( 6-10mm), dan grade 3(>10mm).
Anterior drawer test dilakukan dengan lutut fleksi 90 derajat dan pemeriksa umumnya duduk diatas telapak kaki untuk menstabilisai dari tungkai bawah dan dilakukan anterior translation yang mirip  dengan lachman test dengan lutut fleksi lebih lanjut. Test ini kurang sensitivitasnya tetapi dapat sebagai pembanding terhadap kecurigaan suatu cedera Posterior Cruciate ligament (PCL). Sebagai contoh, jika anterior translasi oleh anterior drawer test lebih besar dibandingkan lachman test , maka perlu dicurigai suatu cedera PCL. Sedangkan Pivot shift test menggambarkan relatif subluksasi    fenomena reduksi dari ACL deficient knee (gambar). Test ini dilakukan dengan axial load dan kekuatan valgus terhadap lutut.  Dengan ACL deficient knee saat ekstensi , tibia mengalami anterior subluksasi. Dan lutut tereduksi dengan 15-20 derajat fleksi2

Radio imaging
Pemeriksaan radiografi standar hendaknya tetap dilakukaan, termasuk gambaran anteroposterior, lateral , skyline view. Hal ini perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya gambaran fraktur. fraktur avulsi pada tibial insertion jarang sekali terjadi tetapi dapat terlihat pada usia remaja, atau pasien usia 30-40 th dengan densitas tulang yang berkurang. Kemudian adanya gambaran osteophyte pada intercondylar notch dapat diperkirakan suatu kronis ACL deficient knee. Atau gambaran Segond fracture (lateral casular avulsion fracture) dapat terlihat sebagai gambaran adanya avulsi fraktur yang kecil di distal dari permukaan articular anterior pada aspek anterior tibia, gambaran ini menjelaskan suatu pathognomonic yang berhubungan dengan cedera ACL.  Untuk cedera kronis dengan adanya cedera berulang pada penekanan dari sulcus terminalis biasanya didapatkan gambaran radiografi “lateral nocth sign”. Jarang, gambaran ini terjadi pada akut ACL.2, 3
MRI sering dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai suatu cedera ACL dan sangat membantu untk menilai patologi meniscus,  kontusi tulang, tibial eminence fracture, intraartikular fraktur, dan yang berhubungan cedera ligament.  Kita jarang menggunakan MRI untuk menegakkan diagnosis suatu cedera ACL, yang telah dilakukan berdasarkan anamnesa penyakit dan pemeriksaan klinis. Lebih lanjut, pemeriksaan MRI tidak digunakan untk membedakan apakah cedera ACL ini partial atau total.  Namun demikian, MRI sangat penting untuk evaluasi cedera lutut ACL.3

Penatalaksanan Terapi
                setelah diagnosis dari cedera ACL ditegakkan, maka penentuan dari penatalaksanaan terapi selanjutnya yang harus diperhatikan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan apakah perlu dilakukan tindakan konservatif atau tindakan operatif. Faktor utama yang sangat penting adalah level aktivitas olahraga. Seperti yang dijelaskan oleh Daniel dan rekan, Level 1 olahraga yang membutuhkan gerakan memotong yang cepat dan keras, pivot, dan manuver lompat seperti olahraga basket, sepak bola. Sedangkan level 2 mirip tetapi kurang untuk melompat atau gerakan memotong cepat seperti basket, ski. Level 3  umumnya olahraga yang bersifat liniear seperti jogging dan lari termasuk didalamnya aktivitas kerja.  Pertimbangan untuk tindakan ACL rekonstruksi dipertimbangkan pada level 1dan 2.3
Faktor umur yang juga perlu dipertimbangkan untuk tindakan operatif.  Ciccotti dan rekan , untuk penatalaksanaan cedera ACL pada pasien usia 40-60 th, didapatkan hasil yang memuaskan bila dilakukan dengan  tindakan nonoperatif 80% tetapi mandatory untuk merubah aktivitas dayli living.3
Faktor dari immaturitas tulang pasien, dimana cedera ACL meningkat sering terjadi pada usia remaja.  Tindakan nonoperatif pada complete tears akan menyebabkan rekurensi  fungsional instability disertai resiko cedera meniscus dan kartilago articular. Pada gambar dibawah  ini menjelaskan algoritme dari complete tears.3
Level keahlian olah raga juga sebagai pertimbangan apakah perlu dilakukan tindakan operatif atau tindakan nonoperatif. Atlit olahraga yang perlu kita ketahui terbagi sebagai atlit olahraga rekreasi, interscholastic, intercollegiate  atau profesional. Sebagai pertimbangan untuk atlit olahraga rekreasi dapat dilakukan tindakan nonoperatif seperti menggunakan ACL orthosis, modifikasi aktivitasdan rehabilitasi.3
Faktor berhubungan dengan patologi ligament seperti displaced bucket handlemeniscal tears, atau cedera medial collateral ligament (MCL), atau knee dislokasi, maka perlu dipertimbangkan dilakukan tindakan ACL rekonstruksi.

Tindakan operatif
Sebelum operasi, ahli bedah harus sudah memutuskan pilihan mana yang akan ditempuh untuk tindakan rekonstruktif: apakah reparasi primer (yaitu, penjahitan) pada ligamen anterior saja, perbaikan utama ligamen anterior serta perbaikan struktur ligamen lain, reparasi primer dikombinasikan dengan augmentasi perbaikan dengan menggunakan beberapa struktur lain (intra-articularly atau extraarticularly, atau keduanya), atau membuang  robekan ligamen  anterior  dan penggantian dengan yang lain struktur (struktur biologis atau sintetis, atau keduanya). Masing-masing pilihan telah menjadi fokus pemikiran yang cukup dan perhatian ilmiah .3, 4

Primary Repair
Primary repair saja pada cedera akut ACL, meskipun masih sedang dievaluasi dan menganjurkan oleh beberapa penelitian, walaupun tampaknya gagal dari waktu ke waktu. Menurut  Engebretsen, sejumlah ahli bedah, termasuk Palmer, O'Donoghue, dan Liljedahl, semua menganjurkan primer perbaikan ligamen anterior di tahun 1950-an karena kemampuan  metode ini hanya berjangka pendek untuk menstabilkan  fungsional lutut . Teknik ini dijelaskan oleh Marshall et al. kemudian menganjurkan sebagai perbaikan versi pendekatan tersebut. Meskipun hasil jangka pendek lagi-lagi mendorong, retrospektif jangka panjang dan ulasan prospektif menunjukkan bahwa sebanyak 40 untuk 50 persen dari hampir 400 perbaikan utama dalam delapan penelitian yang berbeda telah gagal dalam lima tahun dan tingkat yang lebih tinggi cacat dicatat setelahnya. Walaupun, sebaliknya, hasil ini jelas menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen pasien mungkin memiliki fungsional lutut stabil setelah perbaikan primer, tetapi hasil ini  dipertanyakan apakah hasil ini benar benar berbeda dari hasil pengobatan non-operasi. Baik data bersifat retrospektif dan prospektif terbaru menunjukkan bahwa perbaikan utama terisolasi dari ligamen anterior menjadi fungsional tidak memadai dari waktu ke waktu dalam proporsi tinggi pasien.3, 4

Primary Repair  dengan Augmentation
Ada beberapa cara yang dapat meningkatkan perbaikan utama ligamen anterior. Opsi pertama adalah  mengikuti penjahitan utama ligamen akut disertai  perbaikan struktur lainnya (misalnya,  medial colateral ligament, perluasan dari otot-otot  semimembranosus dan  posteromedial aspek kapsul di sisi medial lutut, atau arkuata kompleks pada  sudut posterolateral lutut) jika struktur tersebut  rusak juga. Teknik Pendekatan ini,  umumnya digunakan hanya lutut dengan memiliki cedera yang  lebih serius pada ACL, terkait dengan risiko tinggi komplikasi dan belum terbukti memiliki manfaat yang terukur. 4
Cara kedua untuk menambah suatu ligamentum terutama dijahit cruciatum anterior dengan topangan buatan. Perangkat ligamen-augmentation buatan yang ditempatkan melalui sendi dan diatas lateral condyle femur yang mungkin dapat menstabilkan beberapa sendi ketika dikombinasikan dengan penjahitan utama ligamen anterior. Namun, dalam studi banding prospektif, augmentation seperti tampaknya tidak mengubah hasil yang dicapai dengan perbaikan utama saja. Cara ketiga yaitu dengan meningkatkan mekanikal  menjahit  pada perbaikan ligamen anterior dengan prosedur lateral extraarticular.
Cara  terakhir menambah perbaikan utama ligamen anterior, dan salah satu yang paling digunakan  umum saat ini, adalah menempatkan tendon atau fascial graft disamping atau melalui perbaikan ACL,  karena  mampu menjembatani kesenjangan antara ujung-ujung yang robek dan menyediakan reattachment terhadap "tulang '. Berbagai jenis graft yang mungkin dipilih untuk pendekatan ini adalah sama dengan yang digunakan untuk perbaikan dari kronik ACL deficient knee. Namun, ia mencatat bahwa tidak ada penelitian yang mendukung pandangan bahwa perbaikan primer ditambah dengan graft adalah lebih baik daripada penggunaan graft saja ".

Prosthetic Replacement
ligamen Prosthetic masih jauh dari sempurna. Secara umum, hasil klinis dan laboratorium jangka pendek hampir semua ligamen prostetik yang digunakan untuk pengobatan isolasi ketidakstabilan  dari ligamen anterior  telah mendorong,tetapi mereka terus berhubungan dengan masalahnya. Seperti allografts, mereka kurang berhasil dalam pengobatan ketidakstabilan kompleks dan dalam situasi penyelamatan, sayangnya, ini dimana situasi  dokter bedah akan menemukan mereka yang paling berguna. Data saat ini dikumpulkan dari delapan penelitian menunjukkan bahwa antara 40 dan78 persen dari ligamen prostetik yang ditanamkan dan dipelajari selama lima belas tahun gagal dari waktu ke waktu. Mereka juga tampak lebih sering menimbulkan komplikasi (sebanyak empat puluh dua komplikasi [48 persen] dalam delapan puluh delapan pasien dalam satu series) dibandingkan dengan rekan biologis mereka. Ini
tingginya tingkat komplikasi mungkin setidaknya sebagian terkait dengan generasi debris yang ada di sendi dan tulang. Sebagian desain ligamen prostetik menjadi lebih anatomis dan biologis, angka keberhasilan akan terus bertambah. Namun, untuk saat ini  waktu, indikasi untuk penggunaannya tetap terbatas.
4

DAFTAR PUSTAKA
1. Bernard R.Bach J, T.Provencher M: ACL Surgery: SLACK Incorporated, 2010, pp 39-54.
2. H.Fu F, B.Cohen S: Current Concept in ACL Reconstruction: SLACK Incorporated, 2008, pp 21-61.
3. D.miller m, J.Cole B: textbook of Arthroscopy. Philadephia: Saunders, 2004, pp 633-656.
4. B.FRANK C, W.JACKSON D: CURRENT CONCEPTS REVIEW-THE SCIENCE OF RECONSTRUCTION OF THE ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT. J Bone Joint Surg 1997:79:1556-1576.

Selasa, 15 Desember 2015

CIDERA TENDON ACHILLES PADA OLAH RAGA

PENDAHULUAN
Tendon achilles merupakan konjoin tendon dari otot gastroknemius dan soleus. Tendon ini adalah kontributor utama kekuatan plantar fleksi kaki. Tetapi bagian distal tendon ini memiliki pasokan darah yang sedikit sekali terutama pada 2-6 cm di atas insersinya pada tulang kalkaneus. Tendon normal sangat kuat dan dapat menahan beban sampai 2000 pound (907,2 kg) pada  saat lari cepat.

TENDINITIS ACHILLES
Tendinitis  Achilles dapat dibagi menjadi dua macam;
Akut, yang melibatkan hanya peritenon bukan tendonnya. Dalam hal ini peritenon bukan selubung sinovial sesungguhnya.
Kronik, akibat degenerasi mukoid lama pada tendon. Pada kondisi kronik tidak dapat ditemukan inflamasi aktif. Keadaan ini menimbulkan tendinosis Achilles.
Secara biomekanik, mekanisme cedera biasanya kronik dengan beban repetitif pada unit otot-tendon. Faktor resikonya antara lain tibial varus, otot hamstring yang tegang, otot betis yang tegang, dan cavus foot. Beberapa kesalahan dalam latihan juga dapat menyebabkan cedera Achilles, antara lain constant hill running, sol sepatu yang keras, pergantian dari sepatu berhak tinggi ke hak rendah, perubahan dari olah raga lintas alam dengan permukaan tidak rata ke parmukaan yang rata, dan beban eksentrik repetitif pada Achilles pada saat melompat dan lari. Keadaan tersebut di atas menyebabkan bertambahnya tarikan dan tegangan pada Achilles. Keadaan patologis lain seperti plantar fasciitis dapat menyebabkan kaki mendarat dalam supinasi eksesif menyebabkan dorsifleksi engkel untuk mencegah pronasi kaki. Tendon Achilles dapat bergerak ke medial dan lateral sebagai respon terhadap biomekanik lari.
Gambar 1. Tendinitis Achilles
Dikutip dari : Drake1
Diagnosis diferensial dari cedera pada tendon Achilles antara lain ruptur parsial dari tendon Achilles yang harus disingkirkan untuk menegakan diagnosis
Setelah dilakukan palpasi pada tendinitis kronis dan ditemukan penebalan tendon, pemeriksaan ronsen menjadi alat untuk menilai daerah segitiga Kager (terlihat pada foto lateral engkel yang sakit). Segitiga ini dibatasi oleh tendon fleksor kaki di anterior, tendon Achilles di posterior, dan tulang kalsis di inferiornya. Daerah radiolusen akan lebih padat dan berkurang lusensinya pada tendinitis kronis dan ruptur parsial tendon Achilles.1 Pada keadaan yang sudah dilakukan terapi berupa penguatan tendon terhadap beban eksentrik selama 6 bulan atau lebih dan gagal, diperlukan pemeriksaan USG untuk pencitraan yang lebih baik. Pemeriksaan lain berupa MRI dilakukan untuk menilai patologi cedera yang lain.
Penatalaksanaan awal terdiri dari kompres dengan es, peregangan sebelum olah raga, penggunaan NSAID, menghindari permukaan tanah yang tidak rata, penyesuaian sepatu (fleksibel, sesuai kontur telapak kaki). Cara lain adalah meninggikan tumit ½ inci untuk mengurangi stres relatif sehari-hari pada tendon Achilles. AFO (ankle foot orthosis) dapat juga digunakan untuk mengurangi beban pada Achilles. Rehabilitasi terdiri dari peregangan dan penguatan eksentrik tendon Achilles. Latihan in dapat memperbaiki struktur tendon secara klinis dalam waktu 3-6 bulan.
Penggunaan steroid injeksi harus hati-hati karena efek sampingnya berupa gangguan pada sistem perdarahan tendon sehingga menyebabkan kelemahan pada tendon dan menstimulasi nekrosis.

Ruptur Tendon Achilles
Ruptur tendon ini terjadi terutama pada olahragawan laki-laki pada dekade ke-3 sampai ke-5. Terjadi pada olah raga basket, tenis, lompat jauh, dan ski. Ruptur umumnya terjadi pada 2-6 cm di atas insersi tendon pada kalkaneus pada daerah yang perdarahannya sedikit. Sisi kanan lebih sering terkena daripada sisi kiri. Beberapa faktor predisposisi antara lain :
a.      Degenerasi non spesifik sekunder terhadap gangguan vaskular akibat latihan repetitif .
b.      Riwayat injeksi kortikosteroid pada tendon achilles
c.      Cedera ulangan penyebab nekrosis dan kelemahan unit tendon
d.     Tendon normal yang mengalami stres patomekanikal ekstrim
            Gejala ruptur tendon akut sering terlewatkan pada diagnosis (20-25%). Gejala umum berupa tarikan tiba-tiba diikuti suara keras (audible snap). Pasien merasa otot betisnya seperti dipukul. Seringkali nyeri dapat hilang dan pasien tetap dapat berjalan. Terdapat kelemahan pada saat plantar fleksi.
            Tanda klinis tendon yang sakit akan tampak lebih tebal dan adanya celah dapat diraba. Tetapi kadang-kadang bekuan darah di bawah peritenon dapat menyamarkan celah tersebut. Tendon plantaris dapat teraba di daerah ini menimbulkan kesan ruptur parsial tendon Achilles. Seringkali juga terdapat memar dan bengkak. Pasien dapat menunjukkan kelemahan pada saat plantar fleksi (walaupun plantar fleksi aktif masih dapat dilakukan karena otot sekunder untuk plantar fleksi masih intak) dan tidak mampu berdiri dengan ujung jari kaki. Patologi ini harus ditentukan apakah karena nyeri atau karena kelemahan dari tendon. Palpasi yang teliti dapat membedakan antara hematom dan tendon intak. Dapat juga ditemukan sedikit dorsifleksi pada posisi istirahat. Tes Thompson harus dilakukan dengan posisi telungkup dan kaki menggantung. Dengan meremas otot betis akan terjadi plantar fleksi. Bila tidak terjadi artinya tes ini positif (gambar 2).
Gambar 2. Tes Thompson positif menunjukkan tidak adanya plantar fleksi pada ruptur tendon
Dikutip dari: Drake1
            Pemeriksaa MRI dapat menunjukkan ruptur total atau parsial tendon achilles dengan gambar yang sangat baik. Tes ini jarang dilakukan karena harganya yang mahal apabila tanda klinis ditemukan dengan jelas. Sebagai alternatif dapat dilakukan ultrasonografi dengan biaya relatif lebih murah tetapi cukup jelas dalam mebedakan ruptur total dengan parsial.
Gambar 3. A. MRI pada ruptur total Achilles, B. USG pada ruptur parsial Achilles
Dikutip dari : Drake1
          Pengobatan awal dapat dilakukan dengan kompres es, imobilisasi dalam posisi plantar fleksi, memakai kruk, dan analgetik bila diperlukan.
           Terapi definitif terdiri dari 3 pilihan : pembedahan, perbaikan perkutan, dan perbaikan tertutup (non bedah). Penelitian terkini menunjukkan hasil yang sama antara operatif dan non operatif (imobilisasi dalam plantar fleksi dengan gips). Pasien dapat kembali berolah raga tanpa restriksi dalam 6 bulan pada setiap grup yang diteliti. Penelitian meta analisis lain menunjukkan resiko ruptur ulang lebih rendah pada operatif daripada non operatif. Tetapi terapi operatif memiliki resiko lain diantaranya infeksi, adhesi dan gangguan sensibilitas kulit. Resiko tersebut diperkecil dengan teknik bedah perkutan. Penggunaan Alat Penyokong fungsional juga dapat mengurangi komplikasi.
        Rehabilitasi pasca operatif antara lain pemasangan long leg cast dengan posisi plantar flesksi dan sedikit fleksi lutut untuk 3 minggu. Untuk mencegah atrofi otot soleus, kaki harus dalam posisi dorsifleksi maksimal dengan memperhatikan integritas tendon Achilles. Selanjutnya gips diperpendek atau diganti dengan AFO untuk 3 minggu berikutnya. Setelah imobilisasi, kedua tungkai harus disesuaikan dengan tumit terangkat dan beban mulai diberikan sampai didapat pola jalan yang normal. Elevasi tumit dapat dikurangi dan latihan peregangan dapat dimulai. Peregangan harus dimulai dengan plantar fleksi ringan dan secara bertahap ditambahkan tahanan sampai bisa berdiri dengan jari kaki tanpa nyeri. Bila diagnosis terlambat diketahui mungkin diperlukan tandur tendon.
          Pada satu penelitian, mobilisasi awal pasca operatif, tidak meningkatkan kejadian ruptur.2,3 Dan 64 pasien dapat berkatifitas normal dalam waktur rata-rata 3,3 bulan. Programnya terdiri dari latihan menggunakan alat bantu kaki selama 4-6 minggu dalam 0-15 derajat dorsifleksi dan dilatih selama 10 minggu. Yang harus dilakukan hati-hati adalah pada pasien lebih dari 30 tahun.

Ruptur parsial Tendon Achilles
         Ruptur parsial biasanya terjadi pada atlet muda (20-30 tahun) saat prestasi puncaknya.
         Biomekanik yang terjadi sama dengan pada ruptur total dan tendinitis.
         Gejala klinis serupa dengan pada tendinitis, tetapi tidak adanya perubahan setelah terapi standar tendinitis, atau adanya kejadian tiba-tiba dengan tes Thompson yang negatif.
       Tanda klinis berupa pembengkakan noduler atau fusiformis, nyeri pada pergerakan, penurunan fungsi, adanya krepitasi, nyeri terlokalisir pada palpasi, dan nyeri pada dorsifleksi paksa. Ruptur parsial dapat menjadi kronis dan berakhir dengan atrofi otot betis.2
         Pemeriksaan penunjang menggunakan foto ronsen aspek lateral engkel menunjukkan hilangnya radiolusensi segitiga Kagar tanpa distorsi. Ini dapat diperjelas dengan MRI untuk menilai integritas tendon Achiles.
    Terapi inisial terdiri dari kompres dengan es, strapping, mengangkat tumit, NSAID, dan imobilisasi jangka pendek. Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal.       



JENIS TERAPI
KONSERVATIF
Terapi konservatif dilakukan dengan imobilisasi dalam plantar fleksi menggunakan gips atau penyselama 2 minggu dilanjutkan dengan CAM walker atau tetap dengan gips dengan plantar fleksi dikurangi setiap 2 minggu. Pada minggu ke-4 weight bearing dibolehkan dan mulai diberikan latihan ROM. Dua sampai empat minggu selanjutnya gips dibuka dan pasien boleh berjalan dengan tumit terangkat dan secara bertahap dikurangi sampai berjalan dengan posisi plantigrade.
Gambar 4. Algoritma terapi konservatif
Dikutip dari : Bhandari dkk.4
Gambar 5. CAM walker dan functional brace

PEMBEDAHAN
Pembedahan umumnya dianggap paling tepat untuk pasien aktif dan menginginkan kembalinya fungsi kaki sebaik mungkin. Pembedahan dilakukan untuk mengembalikan kekuatan maksimal tendon Achilles, kekuatan tersebut tergantung ketepatan tegangan antara otot dan tendon. Pada pembedahan, dilakukan penyambungan tendon dengan berbagai teknik penjahitan seperti diperlihatkan dalam tabel 1. 
Table 1. Komparasi jenis terapi dan teknik jahitan pada terapi ruptur Achilles4
Gambar 6. Teknik Krackow untuk perbaikan ruptur Achilles
Dikutip dari : www.medscape.com

Prinsip pembedahan pada cedera Achilles antara lain :
l  Mengembalikan pasokan darah paratenon anterior
l  Mengindari mencederai saraf sural
l  Debridement dan aproksimasi ujung tendon
l  Gunakan teknik jahitan 2-4 simpul terkunci
l  Dapat diperkuat dengan benang yang diserap
l  Tutup paratenon secara terpisah
  


Gambar 7. Insisi dan debridemen paratendon

Gambar 8. Teknik bedah perkutan perbaikan Achilles
Dikutip dari : Mcclelland5
Teknik bedah perkutan dilakukan untuk mengurangi komplikasi saat ini banyak dilakukan, seperti yamng ditunjukkan pada gambar 8.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Drake RL., Vogl W.,Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students.2004
  2. Lattermann C., Armfield D., Wukich DK., Current Diagnosis & Treatment in Sports Medicine, 1st Ed. McGraw-Hill, 2007
  3. Simons SM., Kennedy R., Bull's Handbook of Sports Injuries, 2nd Ed. McGraw-Hill, 2004
  4. Bhandari et al., Treatment of Acute Achilles Tendon Ruptures A systematic Overview and Metaanalysis, Clinical Orthopaedics and Related Research, number 400; 190-200. Lippincott William & Wilkins, 2002
  5. Mcclelland D., Maffulli N., Percutaneous repair of ruptured Achilles tendon. North Staffordshire Royal Infirmary, Princes Road, Stoke-on-Trent, Staffordshire, ST4 7LN, 2002